Home / Site News / Di Mana Posisi ESG di Asta Cita Prabowo?

Di Mana Posisi ESG di Asta Cita Prabowo?

image

Jakarta – Presiden Prabowo Subianto telah menegaskan komitmennya untuk mewujudkan Indonesia mencapai target net zero emissions (NZE) pada 2060. Target itu cukup ambisius di tengah tantangan perubahan iklim global.

Komitmen itu termasuk dalam Asta Cita ke-2 yaitu ‘mewujudkan swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau dan ekonomi biru’. Dengan komitmen ini, Indonesia berupaya menunjukkan kepada dunia bahwa negara berkembang pun dapat memainkan peran signifikan dalam menjaga kelestarian lingkungan melalui kebijakan energi yang berorientasi pada masa depan yang lebih hijau.

“Kita pakai green energy, mengurangi emisi karbon. Jadi negara banyak teriak-teriak, kita nggak usah teriak-teriak tapi kita mewujudkan, kita mengarahkan,” kata Prabowo saat meresmikan PLTA Jatigede Sumedang yang disiarkan secara virtual, Senin (20/1/2025).

Berkaitan dengan itu, penerapan prinsip berkelanjutan Environmental, Social and Governance (ESG) menjadi penting untuk diterapkan dalam menjaga keberlanjutan jangka panjang yang mencakup tiga aspek yaitu perlindungan lingkungan, tanggung jawab sosial dan tata kelola yang baik.

Komitmen Indonesia pada keberlanjutan lingkungan juga tercermin dalam jaminan terhadap hak asasi manusia atas lingkungan yang sehat. Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 secara eksplisit menyebutkan bahwa setiap individu memiliki hak untuk hidup dalam lingkungan yang baik dan sehat. Hak ini tidak hanya bersifat moral, tetapi juga merupakan tanggung jawab negara untuk melindungi warganya dari dampak negatif eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan.

“Pengelolaan sumber daya alam harus memperhatikan aspek keadilan sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara merata tanpa menimbulkan ketimpangan sosial dan kerusakan lingkungan,” ujar Rasminto, Direktur Eksekutif Human Studies Institute.

Rasminto menyebut negara memiliki peran strategis dalam mencegah dampak negatif dari eksploitasi sumber daya alam, baik itu berupa kerusakan ekosistem, ketimpangan ekonomi, maupun pelanggaran hak-hak lingkungan. Dengan memprioritaskan keberlanjutan dan hak lingkungan, Indonesia tidak hanya berupaya memenuhi kebutuhan energi masa kini, tetapi juga bertanggung jawab dalam menjaga keberlanjutan dan kesejahteraan generasi mendatang.

Menurut Rasminto, mewujudkan transisi energi nasional diperlukan komitmen nasional yang kuat. Sebagai sebuah bangsa yang berdaulat, Indonesia dinilai memiliki Badan Usaha Milik Negara (BUMN) energi yang memiliki peran strategis sebagai ujung tombak kedaulatan energi nasional.

BUMN di sektor energi disebut tidak hanya bertanggung jawab sebagai pengelola sumber daya, tetapi juga sebagai motor penggerak yang dapat mempercepat adopsi dan adaptasi teknologi energi bersih dan infrastruktur yang ramah lingkungan. Peran ini menuntut BUMN untuk mengembangkan pendekatan yang inovatif dan berkelanjutan, terutama dalam memperluas penggunaan energi terbarukan seperti tenaga surya, angin dan bioenergi yang memiliki dampak lingkungan lebih rendah dibandingkan energi fosil.

BUMN energi diharapkan dapat memimpin upaya ini dengan mempercepat investasi pada infrastruktur hijau dan teknologi baru yang mendukung transisi energi. Langkah-langkah ini tidak hanya bertujuan untuk menekan emisi karbon dan memperlambat laju perubahan iklim, tetapi juga membangun ketahanan energi domestik yang tidak mudah terguncang oleh fluktuasi harga global.

Dengan diversifikasi energi yang kuat, Indonesia disebut dapat menciptakan sistem energi yang lebih stabil, aman dan tahan terhadap krisis energi global.

Dengan demikian energi yang dihasilkan di dalam negeri dapat digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat, terutama dalam menciptakan akses energi yang merata dari wilayah perkotaan hingga daerah terpencil. Kedaulatan energi melalui BUMN yang kuat tidak hanya berarti peningkatan ketahanan energi, tetapi juga membuka peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempercepat pembangunan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja di sektor energi terbarukan.

(aid/rrd)