Home / Site News / Perempuan Cerdas Keuangan, Menuju Kesetaraan Finansial

Perempuan Cerdas Keuangan, Menuju Kesetaraan Finansial

image

Daftar Isi

Jakarta

Upaya mengangkat derajat kesetaraan ataupun emansipasi wanita masih menjadi topik yang selalu didengung-dengungkan di banyak ruang-ruang publik sampai saat ini. Perjuangan Raden Ajeng (R.A.) Kartini mempelopori derajat kesetaraan perempuan dalam semua lini kehidupan masih kencang bergema khususnya di bulan April, bulan kelahiran RA Kartini.

Akan tetapi, memperingati Hari Kartini 21 April tidak cukup sebatas menyanyikan lagu ‘Ibu Kita Kartini’ atau memakai kebaya. Hari Kartini menjadi momen yang tepat untuk mengingatkan dan menagih upaya bersama dalam rangka meningkatkan pemberdayaan perempuan di negara ini. Pemberdayaan perempuan dalam pembangunan bangsa pun sejalan dengan Program Asta Cita yang ditetapkan pemerintah.

Dalam Global Gender Gap Report yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF) tahun 2024, posisi Indonesia masih berada di peringkat ketujuh di antara negara ASEAN sekaligus ke-100 global dengan indeks kesetaraan jender di angka 0,686. Nilai ini turun 0,011 poin dari tahun 2023 (semula di angka 0,697). Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peran perempuan sangatlah kompleks baik yang belum menikah, sudah menikah atau bahkan yang sudah menjadi ibu. Dalam sebuah keluarga, selain sebagai istri dan pendamping bagi suaminya, perempuan pun akan berperan sebagai bendahara keluarga yang akan mengelola keuangan. Jika bendahara keluarga bijak maka tujuan keuangan yang sudah ditetapkan akan dapat dicapai sesegera mungkin dan bisa juga sebaliknya.

Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK pernah mengatakan, suami dan istri layaknya seperti ‘Kepala dan Leher’. Suami memang kepala keluarga, akan tetapi istri lah yang akan menopang tegak kepala tersebut.


ADVERTISEMENT

Perempuan yang telah menjadi ibu pun mendapatkan tambahan peran yaitu menjadi guru pertama bagi anaknya. Seorang ibu akan mengajarkan nilai-nilai kehidupan dasar kepada anaknya dan mempersiapkan anak untuk terjun dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk pendidikan karakter, memperkenalkan arti uang dan pengelolaan keuangan sejak dini.

R.A. Kartini pernah berkata, dalam tangan anaklah terletak masa depan dan dalam tangan ibulah terganggam anak yang merupakan masa depan itu. Di dalam kehidupan bermasyarakat, banyak perempuan menjadi tulang punggung keluarga yang menjadi pekerja di sektor informal maupun formal, termasuk di sektor UMKM yang banyak didominasi perempuan.

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UMKM) menyebutkan bahwa sekitar 64 juta dari total 65 juta usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia merupakan usaha mikro, bahkan 60% di antaranya dikelola oleh perempuan.

Data ini sejalan dengan yang disampaikan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, UMKM berperan sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia dengan berkontribusi lebih dari 60% Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan menyerap hampir 97% tenaga kerja. Sehingga dapat dikatakan perempuan berkontribusi penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

Contoh gambaran kehidupan perempuan pekerja UMKM terlihat dalam aktivitas penenun Ulos (kain khas suku Batak) di Pulau Samosir, Sumatera Utara. Ratusan ibu-ibu penenun Ulos bekerja keras menenun dari pagi sampai sore, sembari mengasuh anak-anaknya. Kehidupan perempuan seperti ini banyak dijumpai dalam masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Literasi Keuangan Perempuan

Untuk mengembangkan peran perempuan Indonesia dalam aspek perekonomian ini tentunya dibutuhkan berbagai hal penting antara lain peningkatan akses di bidang ekonomi termasuk literasi dan inklusi keuangan. Peningkatan literasi dan inklusi keuangan bagi perempuan tidak hanya memampukan perempuan merencanakan keuangan dengan baik, tetapi juga sebagai tameng diri dari maraknya kejahatan di sektor jasa keuangan.

Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024, secara komposit tingkat literasi keuangan perempuan mencapai 66,75%, lebih tinggi dari laki-laki sebesar 64,14%. Tingkat literasi keuangan perempuan lebih tinggi dari laki-laki terjadi untuk pertama kalinya di hasil SNLIK 2024.

Selaras dengan data literasi keuangan, data SNLIK 2024 juga mencatat tingkat inklusi keuangan perempuan lebih tinggi dari laki-laki secara komposit. Perempuan mencapai 76,08% sedangkan laki-laki sebesar 73,97%. Sehingga, dapat dikatakan tidak ada lagi isu gender dalam tingkat literasi dan inklusi keuangan.

OJK telah memiliki beberapa program peningkatan literasi keuangan bagi perempuan yaitu Program Ibu, Anak dan Keluarga Cakap Keuangan (Bundaku) serta Sahabat Ibu Cakap Literasi Keuangan Syariah (SICANTIKS). OJK juga menetapkan perempuan sebagai salah satu sasaran prioritas dalam Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI).

Secara umum, sejak 1 Januari 2025 hingga 27 Februari 2025, OJK telah menyelenggarakan 120 kegiatan edukasi keuangan yang menjangkau 703.542 peserta di seluruh Indonesia baik yang dilakukan secara daring maupun luring. Kegiatan edukasi ini juga melibatkan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, lembaga jasa keuangan, bahkan berbagai komunitas kemasyarakatan.

Kemajuan teknologi informasi pun digunakan untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat serta memperluas daerah yang dapat dijangkau. Platform digital Sikapi Uangmu, yang berfungsi sebagai saluran komunikasi khusus untuk konten edukasi keuangan kepada masyarakat melalui minisite dan aplikasi, telah menerbitkan 51 konten edukasi, dengan total 216.632 viewers.

Selain itu, terdapat 3.311 pengguna Learning Management System Edukasi Keuangan (LMSKU), dengan total akses modul sebanyak 1.573 kali dan penerbitan 567 sertifikat kelulusan modul.

Upaya peningkatan literasi keuangan tersebut pun didukung oleh penguatan program inklusi keuangan melalui kolaborasi dalam Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD). OJK bersama Kementerian Dalam Negeri dan stakeholders terkait telah berhasil mendorong pembentukan TPAKD secara penuh di seluruh provinsi (38 Provinsi) dan Kabupaten/Kota (514 Kab/Kota) di Indonesia.

Tidak hanya mengenal produk dan layanan jasa keuangan serta kesempatan untuk mengaksesnya dengan mudah, perempuan pun hendaknya dibekali dengan pengetahuan tentang kemampuan membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Sifat konsumtif menjadi salah satu tantangan tersendiri dalam pemberdayaan ekonomi perempuan. Selain itu, perempuan pun perlu dibekali pengetahuan tentang kiat berinvestasi termasuk cara agar terhindar dari modus investasi ilegal.

Kecakapan digital juga menjadi salah satu penentu keberhasilan dari pemberdayaan perempuan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Perempuan yang cakap digital akan mampu memaksimalkan setiap kesempatan yang ada.

Pemberdayaan perempuan melalui peningkatan literasi dan inklusi keuangan ini diharapkan bisa mengangkat derajat kesetaraan perempuan terutama di bidang finansial yang berguna bagi bagi keluarga dan negara.

Christiansen Frisilya Br Perangin-angin
Analis Junior Grup Komunikasi Publik OJK

(ara/ara)