
Jakarta –
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan risiko kredit kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) lebih tinggi dari kredit non-UMKM. Hal itu terungkap dalam Rapat Kerja (Raker) OJK bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/4/2025).
Adapun Raker tersebut membahas tentang Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) yang mewajibkan lembaga perbankan dan lembaga keuangan non-bank (LKNB) memberikan pembiayaan kepada UMKM. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyebut, tingginya risiko kredit ini yang menjadi salah satu latar belakang dibentuknya RPOJK tersebut.
“Risiko kredit kepada UMKM itu lebih tinggi dibandingkan kepada non-UMKM,” kata Dian dalam Raker Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dian menuturkan, risiko kredit UMKM tercermin dari rasio non-performing loan (NPL) atau kredit macet yang tercatat sebesar 4,15% berdasarkan data Februari 2025. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan NPL kredit non-UMKM sebesar 1,76%.
“Maka diperlukan tata kelola dan manajemen risiko yang memadai dalam penyaluran pembiayaan UMKM,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Namun begitu, Dian mengatakan pembiayaan UMKM tetap perlu dilakukan. Pasalnya, UMKM menjadi pilar terpenting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia.
Ia menuturkan, 99% pelaku usaha Indonesia bersatu UMKM. Selain itu, kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 61%, di mana data tersebut jauh lebih besar dari Singapura, Malaysia, dan Thailand.
“Lalu UMKM mampu menyerap 97% tenaga kerja di Indonesia. Dengan berdasarkan peran UMKM tersebut terhadap latar belakang penyusunan RPOJK akses pembiayaan kepada UMKM, RPOJK UMKM yaitu agar meningkatkan ketahanan dan ekonomi nasional,” tutupnya.
(hns/hns)