
Jakarta –
Anggota Komisi XII DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Ramson Siagian mengungkapkan rencana Indonesia untuk mempensiunkan dini PLTU atau dihentikan sebelum masa kontrak produksi listrik tidak bakal terjadi. Hal ini karena masih mempertimbangkan ketahanan energi dalam negeri.
Ramson mengatakan bahwa opsi pensiunkan dini PLTU memang ada, namun opsi tersebut bukanlah untuk memberhentikan PLTU sebelum kontraknya habis. Melainkan menghentikan PLTU setelah kontraknya habis.
“Tapi nggak pensiun dini sebenarnya. Jadi fase selesainya kontrak dengan Independent Power Producer (IPP), pada saat itu ada dua alternatif untuk PLN. Pertama dipensiunkan. Kedua kalau demandnya masih tinggi, supply kurang siap menyesuaikan,” katanya saat ditemui usai rapat secara tertutup dengan Dirjen Ketenagalistrikan ESDM, Rabu (23/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ramson menjelaskan, perlu adanya teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) atau Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) yang dimanfaatkan dari PLTU tersebut. Hal ini lantaran untuk membangun pembangkit listrik energi baru terbarukan memerlukan waktu yang lama. Bahkan pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan lebih lama dibandingkan pembangunan PLTU.
“Jadi PLTU-nya bisa dibangun CCS, Carbon Capture Storage. Jadi memang teknologi itu cukup bagus, cuma harus investasi. Kalau sudah investasi, harga per KWH tidak tinggi. Jadi CCUS atau Carbon Capture Utility Storage,” ujar Ramson.
ADVERTISEMENT
Ramson menambahkan untuk mempensiunkan dini PLTU terlalu berbahaya bagi ketahanan energi dalam negeri. Pasalanya jika pensiun dini dilakukan maka akan terjadi kekurangan pasoka listrik.
Ia pun mengatakan kondisi untuk tidak mempensiunkan dini PLTU juga dilakukan di Amerika Serikat saat ini. Kondisi di Indonesia juga kata Ramson juga belum tersedia untuk energi baru terbarukan menggantikan pasokan listrik dari PLTU.
“Jadi itu kalau langsung didelete itu, PLTU bisa-bisa kita defisit. Supply energi listrik kita kan berbahaya itu,” katanya.
Untuk diketahui, pemerintah telah resmi menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 10 Tahun 2025 tentang Peta Jalan (Road Map) Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan. Kebijakan ini dinilai dapat menjadi payung hukum dan landasan dalam percepatan pensiun dini PLTU.
Permen 10/2025 mensyaratkan dilakukannya kajian dan menerapkan sederet kriteria penilaian untuk menentukan PLTU yang akan disuntik mati. Penilaian tersebut di antaranya kapasitas dan usia pembangkit, utilisasi, emisi gas rumah kaca PLTU, nilai tambah ekonomi, serta ketersediaan dukungan pendanaan dan dukungan teknologi dalam negeri dan luar negeri.
Selain itu, penghentian operasi PLTU juga harus mempertimbangkan keandalan sistem ketenagalistrikan, dampak kenaikan biaya pokok penyediaan tenaga listrik terhadap tarif tenaga listrik, dan penerapan aspek Transisi Energi berkeadilan.
(rrd/rrd)