Home / Site News / Bos OJK Ungkap Syarat Biar HAKI Bisa Jadi Jaminan Utang

Bos OJK Ungkap Syarat Biar HAKI Bisa Jadi Jaminan Utang

image

Jakarta

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menjelaskan skema untuk pelaku usaha agar bisa mempergunakan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) sebagai agunan utang. Penggunaan HAKI sebagai jaminan utang menjadi salah satu terobosan untuk mengganti jaminan kolateral.

Adapun kebijakan memperbolehkan HAKI menjadi jaminan utang itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif yang diteken Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) pada 12 Juli 2022.

“Terobosan berkaitan dengan hak kekayaan intelektual atau HAKI dalam salah satu kemungkinan dapat menggantikan jaminan kolateral memang sudah diakui berdasarkan peraturan yang ada,” kata Mahendra dalam Konferensi Pers di Kantor OJK Menara Radius Prawiro, Kompleks Perkantoran BI, Jakarta, Kamis (24/4/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mahendra menjelaskan, dalam pelaksanaannya penggunaan HAKI sebagai jaminan juga telah dipertimbangkan. Namun ada beberapa hal yang menjadi catatan, pemberian pembiayaan dengan jaminan HAKI ini baru bisa dilaksanakan dengan pertimbangan syarat tertentu.

Beberapa persyaratan yang menjadi pertimbangan antara lain seperti karakter dan reputasi perusahaan. Lalu apabila yang meminjam merupakan nonperusahaan, maka juga ada pertimbangan secara individu.


ADVERTISEMENT

“Lalu laporan keuangannya dan prakiraan keuangan ke depan yang akan menunjukkan kemampuan pembayaran. Kemudian juga berbagai kebutuhan untuk meyakinkan bahwa produksi ataupun hasil yang diciptakan oleh perusahaan itu ataupun startup itu memang sudah memperoleh kepastian dalam kalau istilahnya itu pembelinya atau off takernya,” terang Mahendra.

Menurutnya, hal-hal tersebut menjadi persyaratan dan kriteria harus dipenuhi terutama oleh suatu lembaga keuangan yang matang seperti bank. Hal ini mengingat standar dalam proses bisnis perbankan.

“Jadi betul di satu sisi salah satu persyaratannya bisa terbantu oleh HAKI, tapi tetap persyaratan-persyaratan yang lain harus dipenuhi nah ini yang kami melihat bahwa selain dari pembiayaan perbankan perlu dilihat kemungkinan-kemungkinan lainnya,” kata dia.

“Apakah itu dari yang tentu juga sekarang sudah biasa dilakukan modal ventura atau modal pembiayaan lain dari publik melalui pasar modal dengan security score funding atau jenis kebutuhan lainnya,” sambungnya.

Mahendra juga menekankan, pengajuan HAKI sebagai agunan perlu didukung oleh kelengkapan yang dapat memberikan keyakinan kepada perusahaan pemberi pinjaman bahwa pembiayaan ini akan diberikan kepada mereka yang memiliki kelayakan untuk menerimanya.

Menyangkut hal ini, Mahendra mengatakan, apabila proses penilaian kelayakan ataupun kredit tersebut diserahkan kepada Biro Kredit yang besar atau mapan, maka yang dinilai adalah lagi-lagi past performance, prospect, hingga credit record.

Mahendra menambahkan, alternative credit scoring (ACS) menjadi salah satu inovasi teknologi yang dapat membantu perusahaan pemberi pembiayaan untuk menilai perusahaan baru seperti startup ataupun UMKM yang belum dapat memenuhi standar.

“Pengujian bisa dilakukan dalam sandbox yang ada sehingga kita bisa melihat suatu model bisnis pada gilirannya berbasis ekonomi kreatif itu bisa memenuhi persyaratan suatu kelayakan atau penilaian kredit yang memadai, apa yang memenuhi atau yang belum memenuhi dari masing-masing pihak, apakah pihak pembiayaan lalu pihak industrinya itu sendiri, lalu pihak pendukungnya, sampai kepada kemungkinan tadi offtaker-nya,” ujar dia.

Mahendra melihat, apa yang dibutuhkan oleh ekonomi dan industri kreatif ini semakin meningkat. Ditambah lagi, ada potensi luar biasa dari industri ini Rp 1.500 triliun yang dapat menampung 6,5 juta orang. Sedangkan ekspor bisa mencapai US$ 25 miliar.

“Jelas ini besaran-besaran, yang pasti diminati oleh lembaga pembiayaan dan industri kredit. Tapi bagaimana ini bisa masuk dalam satu ekosistem pembiayaan,” ujar Mahendra.

(kil/kil)