
Jakarta –
Pemerintah diminta berhati-hati dalam mengambil kebijakan terkait potongan komisi 15 persen untuk pengemudi ojek online atau ojol.
Pakar ekonomi digital dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda menilai, perusahaan aplikator seharusnya bersaing menawarkan komisi terendah agar menarik lebih banyak mitra pengemudi.
“Keuntungan pihak aplikator bukan sesuatu yang sebenarnya harus diatur pemerintah. Perusahaan aplikator paling tidak harus bersaing dengan memberikan komisi paling rendah, sehingga semakin banyak mitra driver yang bergabung. Jadi mitra mempunyai pilihan mana yang lebih menguntungkan,” ujar Nailul saat dihubungi, Sabtu (27/4/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Nailul, aplikator bukanlah perusahaan nirlaba sehingga wajar jika tetap mengejar keuntungan. Namun, ia mengingatkan, aturan soal komisi angkutan daring perlu memperhatikan keseimbangan kepentingan tiga pihak, yaitu perusahaan aplikator, pengemudi, dan konsumen.
“Pihak pertama adalah aplikator yang selama ini masih mengalami kerugian. Pihak kedua adalah driver yang merasa keberatan dengan potongan tarif. Dan pihak ketiga adalah konsumen yang selama ini dibebankan biaya tambahan selain ongkos transportasi,” paparnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, sejumlah perwakilan pengemudi ojol melakukan audiensi dengan Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI pada Rabu (23/4/2025). Dalam pertemuan itu, pengemudi meminta potongan komisi maksimal 15 persen.
Wakil Ketua BAM DPR RI Adian Napitupulu mengatakan Koalisi Ojol Nasional menuntut agar aplikator tidak menarik potongan lebih dari 15 persen dari setiap transaksi.
“Mereka menuntut agar maksimal 15 persen tanpa plus-plus lain. Aplikator ini kan hanya perantara, menjadi penghubung antara pemilik kendaraan dengan pengguna kendaraan,” kata Adian.
(rrd/rir)