
Jakarta –
Perbankan saat ini sedang menghadapi persaingan perebutan likuiditas. Namun Bank Jago memiliki strategi khusus untuk memupuk likuiditas.
Misalnya dalam dana pihak ketiga (DPK) sebesar 62% menjadi Rp 21,4 triliun pada akhir kuartal I-2025 ini.
Komposisi basis simpanan juga mencerminkan struktur pendanaan yang stabil dengan sejumlah besar, yaitu 54% dari total DPK merupakan komponen giro dan tabungan (CASA).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
CASA umumnya merupakan sumber pendanaan dengan biaya lebih rendah dan lebih stabil dibandingkan dengan deposito berjangka. Rasio CASA yang menguntungkan ini berkontribusi pada biaya dana yang lebih rendah dan meningkatkan potensi pendapatan bunga bersih bank.
Pendapatan bunga bersih Bank Jago sendiri bertumbuh 71% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, mencapai Rp 591 miliar per akhir Maret 2025 lalu. Sementara pendapatan bersih operasional bertumbuh kencang 301%, mencapai Rp 301 miliar. Pencapaian ini mendorong laba bersih tumbuh 178% menjadi Rp 60 miliar.
ADVERTISEMENT
Di tengah persaingan mencari likuiditas yang ketat, posisi likuiditas Bank Jago terjaga tetap sehat di laporan kinerja kuartal I-2025. Rasio kredit terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) turun ke posisi 94%. Selain itu rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) masih jauh di atas rata-rata industri perbankan nasional di level 36,4%.
“Dengan posisi LDR di 94% dan CAR di 36,4% bahwasanya Bank Jago telah berhasil menunjukan kesiapannya terhadap pengetatan likuditas di market,” jelas Analis Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta, ditulis Senin (28/4/2025).
Sebagai informasi LDR merupakan rasio yang menunjukkan keseimbangan antara aktivitas pemberian pinjaman dan penghimpunan dana yang dilakukan bank serta mengindikasikan likuiditas yang cukup untuk memenuhi kewajiban dan mendanai pertumbuhan di masa depan.
Analis Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi menjelaskan, permodalan yang kuat ini akan memberikan kapasitas yang cukup untuk mendukung ekspansi bisnis di masa depan atau jika terjadi pelemahan ekonomi dapat menyerap potensi kerugian yang tak terduga.
“Dengan CAR 36% (di atas rerata 8-12%) menunjukkan modal yang solid dan memberikan ruang aman untuk resiko gagal bayar. Kami berpandangan ARTO mulai menggeser strategi dari akuisisi pengguna ke monetisasi dan ekspansi kredit. Terlihat dari agresifnya penyaluran pinjaman, tapi masih punya buffer modal besar untuk memperluas bisnis atau jaga risiko,” ujarnya.
Sebelumnya likuiditas perbankan sempat menyentuh level yang mengkhawatirkan pada akhir tahun lalu. Ini terlihat dari pergerakan bunga deposito perbankan yang melampaui tingkat bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Namun kondisi ini berangsur membaik pada kuartal I-2025.
Bank Indonesia (BI) juga menyampaikan bahwa kondisi likuiditas masih cukup mampu meningkatkan efisiensi suku bunga perbankan. Menurut laporan hasil Rapat Dewan Gubernur BI, suku bunga deposito 1 bulan dan suku bunga kredit tercatat masing-masing sebesar 4,77% dan 9,20% pada Maret 2025, relatif stabil dibandingkan dengan level pada bulan sebelumnya.
(kil/kil)