
Jakarta –
Rupiah mengalami tren pelemahan dalam beberapa waktu belakangan, bahkan sempat menyentuh level Rp 17.000 per dolar AS. Per hari ini tercatat nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah berada di level Rp 16.873 atau naik 14.00 poin (0,08%).
Chief Economist dari PT Bank Syariah Indonesia (BSI), Banjaran Surya Indrastomo, menilai Indonesia harus berdamai dengan kondisi ini. Menurutnya, tekanan terhadap rupiah belum selesai. Bahkan, ada potensi nilai rupiah akan kembali anjlok ke depannya. Ia lantas menyinggung aturan devisa hasil ekspor (DHE).
“Kalau itu diartikan (rupiah) menguat, sepertinya tidak. Tetapi diartikan bahwa ada potensi dimana kita melihat rupiah itu record-breaking untuk terjadi pelemahan berikutnya. Mungkin hal-hal yang bisa dilakukan dalam konteks ini adalah bagaimana efektivitas dari kebijakan DHE pemerintah yang mau ditelurkan, dengan memperpanjang masa tahan. Ataupun kebijakan-kebijakan lain yang bisa memastikan devisa masuk, dan itu tantangan bersama,” ujar Banjaran dalam acara konferensi pers Global Islamic Finance Summit 2025, Jakarta, Rabu (23/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Banjaran melanjutkan, sejak adanya risiko tarif yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump terhadap Indonesia, ada ketakutan rekor ekspor Indonesia yang punya tren positif selama 58 bulan itu akan terhenti. Ia mengatakan pengusaha harus cari pasar baru.
“Tetapi, di data terakhir ‘kan ekspor kita tetap positif. Memang sekarang pasti kalau di dunia usaha itu selalu ada opportunity di tiap tantangan. PR kita bersama yang pertama, mencari pasar ekspor baru, ini sebetulnya sudah terjadi untuk kelapa sawit bagaimana kita sudah bergeser dalam 5-10 tahun terakhir dari fokus di pasar Eropa, untuk masuk ke pasar India atau China,” bebernya.
ADVERTISEMENT
Ia juga menyoroti soal apakah cadangan devisa Indonesia cukup kuat untuk terus menstabilkan rupiah lewat intervensi di pasar keuangan. Di sisi lain, pelemahan rupiah justru menguntungkan eksportir karena mereka mendapat lebih banyak rupiah dari hasil ekspor.
“Saya concern terkait seberapa jauh cadangan devisa kita ini akan cukup kuat untuk terus-terusan melakukan intervensi di non-delivery forward. Mudah-mudahan it will be an interesting year. Karena sebetulnya kalau untuk eksportir, happy mereka. Rupiah yang melemah ‘kan berarti dia jadi lebih kaya. Tantangan kita, bagaimana nilai tambah yang didapat dari ekspor ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi secara lebih cepat dan merata,” tutupnya.
Simak juga Video Ketua MPR soal Rupiah Nyaris Rp 17 Ribu Per USD: Momentum Tingkatkan Ekspor
(fdl/fdl)